Prediksi Keruntuhan Juche Jika Kim Jong Un Meninggal

Kim Jong Un batal meninggal. Tao masih berpihak kepadanya. Padahal sejak rumor kematian dirinya, dalam kepala saya sudah kecamuk tanda tanya, apakah Juche akan turut runtuh? Kehancuran Juche akan mengubah sama sekali wajah Korea Utara.

Selama ini banyak yang menyangka Korea Utara adalah negara komunis. Sedikit saja yang tahu jika sejak Desember 1955, ideologi Korea Utara sudah berubah dari Stalinisme menjadi Juche.

Itu adalah saat Kim Il Sung, kakek Kim Jong Un, menyampaikan pidato kepada para propagandis dan agitator Partai Buruh Korea, “On eliminating dogmatism and formalism and establishing Juche in ideological work,” 28 Desember 1955.

Meski masih menggadang-gadang slogan marxisme, sosialisme, komunisme, dan Marxist-Leninisme, pada dasarnya Juche bukan lagi semua itu. 

Juche adalah sesuatu yang sama sekali baru dan bahkan bertentangan dengan ideologi dan pemikiran Marxisme pun Marxist-Leninisme. Juche bahkan tidak sama dengan Stalinisme.

Pada 2018, Zack Beauchamp, jurnalis koresponden senior Vox, dalam artikelnya mencoba menjelaskan Juche sebagai “It borrows much of its language from Marxism but also draws on Confucianism, 20th-century Japanese imperialism, and traditional Korean nationalism.”

Beauchamp benar. Juche hanya meminjam istilah-istilah dalam Marxisme, tetapi isi dalamnya merupakan percampuran konfusianisme, imperialisme Jepang, dan nasionalisme tradisional Korea.

Lebih tepat lagi istilah yang disampaikan sejarahwan Bruce Cumings. Juche adalah “Neo-Confucianisme in the communist bottle” dan “Chu Shi in Mao Jacket.”[David-Wes, 2011] Seperti botol kecap isi saos tomat.

Tetapi sebelum kita melangkah ke pembahasan tentang Juche dan mengupas pertentangannya dengan Marxisme dan Marxist-Lennisme, bahkan Stalinisme, ada baiknya kita bicara tentang kemunculan Juche, yang bermula dari lahirnya Korea Utara sebagai negara Stalinis a la Soviet, berubah menjadi Stalinisme independen, lalu akhirnya menjadi negara dengan ideologi unik, Juche, dan menjadi kian aneh dengan diperkenalkannya Kimilsungnism.

Korea dalam bayang-bayang menyeramkan raksasa China, Jepang, dan Rusia

Sebelum Perang Dunia II, Korea adalah bangsa yang “terbelakang,” terhimpit di antara tiga imperium besar yang bersaingan berebut wilayah: Rusia, Jepang, dan China. Hanya menunggu waktu negeri gingseng ini jatuh ke tangan salah satu imperium.

Ambisi Jepang untuk menguasai Korea sudah sejak akhir abad 19. Pada 1873 dua kubu elit kekuasaan di Jepang terlibat perdebatan sengit soal kapan waktu yang tepat untuk menginvasi Korea. Jepang selalu memandang Korea dan China bangsa yang lebih terbelakang dan menjadi panggilan tugas mulia Jepang untuk memajukannya.

Masa-masa perdebatan tentang nasip Korea ini disebut Seikanron. Saat itu, perdebatan berakhir dengan keputusan belum saatnya Jepang mengirim pasukan untuk menganeksasi Korea.

Serupa Jepang, Kekaisaran Rusia juga punya ambisi mencaplok Korea. Setelah meluaskan wilayahnya hingga menjangkau Afganistan dan Asia Tengah, Rusia membangun rel kereta api Trans-Siberia yang berujung di Vladivostok, tidak jauh dari Korea.

Tindakan Rusia dihadang Jepang, berdampak pecahnya konflik bersenjata yang dikenal sebagai insiden Tsushima.

Pada 1894-1895 pecah perang antara China dan Jepang (Sino-Japan War) yang diawali oleh perang proxi antara faksi elit-elit di Korea, antara kubu pro-Jepang versus pro-China. Pemerintahan boneka berdiri dan ditumbangkan, hingga akhirnya perang proxy pecah menjadi perang terbuka China versus Jepang.

Perang ini berakhir dengan kesepakatan damai (Perjanjian Shimonoseki) yang menguntungkan Jepang, salah satunya adalah Semenanjung Liaodong (wilayah Korea) jadi milik Jepang.

Baru dua tahun Jepang bercokol, pada 1897, Rusia menyerang dan menduduki Semenanjung Liaodong. Mereka mendirikan benteng Port Arthur dan menjadikan Liaodong pusat armada Rusia untuk kawasan Pasiik.

Sebelum pecah perang antara Rusia dan Jepang pada 1904 (Russo-Japanese war), pihak Jepang mencoba melakukan negosiasi, menawarkan Manchuria kepada Rusia, dan sebagai gantinya Jepang menguasai Korea bagian Utara. 

Rusia menolak penawaran itu. Maka pada 8 February 1904 Jepang mendeklarasikan perang terhadap Rusia dan menyerang benteng Port Arthur.

Sehari setelah serangan ke Port Arthur, Jepang mengirimkan pasukan ke Seoul dan memaksa penguasa Korea menandatangani perjanjian pengakuan Korea sebagai protektorat Jepang. Dalam waktu 12 bulan setelahnya, Jepang telah membentuk administrasi pemerintahan (dipimpin Gubernur Jenderal) yang efektif memerintah Korea.

Selain itu di Selatan, imperium besar lain, Amerika Serikat yang mengusai Filipina (setelah perang 1899-1902) menandatangani Perjanjian Taft – Katsura dengan Jepang, berisi pengakuan Amerika Serikat terhadap kekuasaan Jepang atas Korea.

Semenjak itu, Korea berada di bawah pendudukan Jepang dan baru merdeka di ujung perang Dunia II setelah Uni Soviet dan Amerika Serikat mengusir Jepang dan membagi Korea atas dua bagian, Utara untuk Uni Soviet dan Selatan untuk Amerika Serikat.

Kim Il Sung, kakek Kim Jong Un baru lahir 10 tahun setelah penyerbuan Jepang. Ia lahir di tengah pengungsian di Manchuria sebab keluarga Kim Il melarikan diri ke sana saat Jepang menyerbut Seoul.

Meski baru lahir dan menghabiskan masa kecil dan remaja dalam pengasingan di China (dan kemudian Uni Soviet) saya yakin Kim Il Sung turut berbagi memori kolektif bangsanya: Korea yang selalu ketakutan di bawah bayang-bayang para tetangga raksasa (China, Jepang, dan Rusia) yang haus wilayah jajahan.

Ketakutan dan ketidakpercayaan terhadap negeri-negeri tetangga ini saya kira patut dipertimbangkan punya kontribusi terhadap Juche.

Terjemahan Juche adalah self-reliance. Artinya kemampuan untuk memutuskan dan bertindak sendiri tanpa berharap bantuan orang lain; percaya pada diri sendiri.

Tentu saja, jika bangsamu terletak di wilayah yang berbatasan dengan tiga bangsa besar yang punya rekam jejak menjajah tetangga—bahkan empat jika ditambah Amerika Serikat yang bercokol di Korea Selatan–tak ada pilihan lain bagimu selain menekankan pentingnya membangun kemandirian, tidak mempercayakan nasib bangsa pada tetangga-tentangga menyeramkan itu.


Di Eropa, komunisme lahir di tengah gerakan buruh melawan penghisapan kapitalisme. Di Asia,  komunisme lahir sebagai respon terhadap kolonialisme. Demikian pula dengan Korea.

Kelahiran gerakan komunis di Korea

Mulanya perlawanan rakyat Korea terhadap pendudukan Jepang diliputi semangat paham lama, hendak mengembalikan kedaulatan monarki Korea yang terbelakang itu. 

Semangat ini melandasi aksi pembunuhan terhadap penguasa Jepang di Korea, Residen Jenderal Ito Hirobumi pada 1906. Jepang meresponnya dengan mengubah status Korea dari protektorat menjadi koloni (wilayah jajahan).

Semangat mengembalikan kekuasaan monarki jugalah yang menggerakkan perlawanan bersenjata Uibyong ‘Tentara Kebenaran’. Jepang dengna mudah mematahkannya. 

Sekitar 20 ribu tentara Uibyong terbunuh dalam pertempuran, sisanya dibuang ke Manchuria. Kelak, para laskar Uibyong dalam pembuangan menjadi unsur penting faksi Kim Il Sung dalam tubuh Partai Buruh Korea.

Kemunafikan Amerika Serikat secara tidak terduga punya jasa terhadap terbitnya nasionalisme Korea. Pada Januari 1918, Presiden AS Woodrow Wilson mengusulkan kepada kongres prinsip-prinsip penyelesaian Perang Dunia Pertama yang salah satunya adalah pengakuan atas hak penentuan nasib sendiri bangsa-bangsa terjajah.

Sebuah sikap yang sungguh munafik sebab Filipina yang dijajah AS tidak termasuk di dalam bangsa-bangsa yang punya hak menentukan nasib sendiri. Demikian pula Korea yang penjajahannya oleh Jepang diakui AS dalam perjanjian Taft-Katsura.

Merespon kemunafikan AS, para pelajar Korea di Jepang menyusun Deklarasi Kemerdekaan Korea. Deklarasi ini disampaikan di Seoul oleh 33 pemimpin pergerakan Korea pada 1 Maret 1919 yang disertai mobilisasi ratusan ribu rakyat Korea.

Jepang merepresi aksi itu dengan pembantaian. Ribuan orang tewas di ujung bedil tentara Nipon. Puluhan ribu dipenjara. Peristiwa ini kemudian terkenal sebagai Sam-il Movement  ‘Gerakan Satu Maret’.

Perisitiwa Sam-il Movement mendorong kelahiran tiga ideologi gerakan: nasionalis, komunis, dan anarkis.

Kubu nasionalis, orang-orang Korea dalam pengasingan di Shanghai mendeklarasikan pembentukan pemerintahan darurat Korea dengan Sungman Rhee sebagai presidennya. Pada 1925 Rhee diturunkan oleh Majelis Pemerintahan Sementara karena korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Kaum komunis mendirikan Partai Komunis Korea (dengan pencampuran sentimen nasionalis yang kental) pada Januari 1918. Partai ini masih merupakan bgian dari Partai Komunis Uni Soviet.

Sementara unsur komunis lain menyusup masuk ke Korea, melakukan gerilya politik yang kelak melahirkan Partai Komunis Korea di Seoul pada 1925. Salah satu tokoh kelompok kedua ini adalah Pak Hon Young. 

Di kemudian hari Pak Hon Young menjadi wakil Kim Il Sung (Ketua Wilayah Selatan/Korea Selatan) setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet membagi dua Korea.

Gerakan berideologi Anarkisme melakukan perlawanan lewat aksi teror bom di Tokyo. Kelompok gerakan atau ideologi yang terakhir ini sudah pernah saya tulis dua tahun lalu dalam artikel “Anarchist from Colony, Cerita tentang Rebel Boy Korea yang Lebih Keren dari Dilan“.

Pada periode 1925-1928, gerakan komunis di Korea bertumbuh sangat baik, terutama di kalangan petani melalui gerakan yang berafiliasi dengan Krestintern, organisasi petani internasional yang berpusat di Moskow didirikan oleh Komintern pada 1923. 

Penguasaan Jepang terhadap tanah petani Korea adalah kondisi material objektif yang meluaskan pengaruh gerakan ini.

Di tingkatan front, gerakan pembebasan nasional Korea juga berkembang sangat baik, terutama oleh terbentuknya Singanhoe, front kaum komunis dan nasionalis radikal. 

Persatuan ini terinspirasi oleh kerjasama (mula-mula) antara Partai Komunis China dan Partai Nasionalis China. Yang menarik, saya lupa pernah membaca di mana, aliansi nasionalis-komunis merupakan usulan Snevielt, tokoh pendiri ISDV, cikal bakal Partai Komunis Indonesia. 

Itu sebelum Snevielt berubah menjadi pengkritik ulung Komintern.

Sayangnya, pada 1927 Partai Komunis Uni Soviet jatuh ke tangan Stalin, mengubah wajah pusat gerakan komunisme itu menjadi one nation socialism dan fasisme sosial. 

PKUS membubarkan Partai Komunis Korea, menginstruksikan kader-kader komunis Korea bergabung bergabung ke Partai-Partai Komunis di masing-masing negara.

Di sisi lain, Jepang memasuki periode tangan besi, melancarkan gerakan penghancuran terhadap kaum komunis Jepang dan Korea.

Dua kondisi ini melemahkan gerakan komunis dan nasionalis Korea periode pertama. Aliansi  Singanhoe mati, Partai Komunis Korea kocar-kacir.

Munculnya Kim Il Sung

Kim Il Sung lahir 15 April 1912 dalam masa pelarian keluarganya di Machuria setelah Jepang menduduki Korea. Nama aslinya Kim Sung Ju.

Pada usia 14 tahun Kim Sung Ju meninggalkan bangku sekolah untuk bergabung dengan Liga Anti-Imperialisme,  Down-with-Imperialism Union (DIU). Kelak DIU diklaim sebagai organisasi yang didirikan Kim Il Sung serta menjadi akar Partai Buruh Korea dan ideologi Juche.

Pada usia 17 tahun (1929), Kim Sung JU dipenjara selama delapan bulan atas keterlibatannya dalam pendirian Liga Pemuda Korea di Manchuria.

Selepas Penjara, Kim Sung Ju terjun ke gerakan bersenjata dengan bergabung dalam Anti-Japanese Volunteer Armies. Ini adalah organisasi perjuangan bersenjata para pemuda  yang didirikan Partai Komunis Tiongkok cabang Manchuria. Di masa inilah Kim mengganti nama aslinya, Kim Sung Ju dengan nama gerilya Kim Il Sung.

Pada 1931 Jepang menginvasi Manchuria. Rakyat China bahu-membahu dengan para pelarian Korea, terutama para mantan pasukan  Uibyong, melakukan perlawanan. Kim Il Sung turut serta, angkat senjata di bawah bendera Tentara Revolusioner Rakyat Korea.

Pertempuran melawan Jepang mengangkat nama Kim Il Sung. Salah satu yang membuatnya sangat terkenal adalah ketika pada Juni 1937 ia memimpin 200 pasukan menyerang garnisun Jepang di  Pochonbo, sebuah desa di Perbatasan Tiongkok dan Korea.

Tetapi kuatnya pasukan Jepang memaksa Kim Il Sung dan kawan-kawannya melarikan diri ke wilayah Uni Soviet. Saat itu Jepang dan Uni Soviet terikat perjanjian tidak saling menyerang, ditandatangani pada April 1941.

Dalam masa pelarian ke Uni Soviet inilah Kim Il Sung mendapat pendidikan kemiliteran dan ideologi Stalinisme.

Selama masa pelatihan itu, Uni Soviet menempatkan Kim Il Sung dalam Brigade ke-88 di Sekolah Infanteri Khabarovsk dan ditugaskan di perbatasan Uni Soviet dan China. Di sinilah Kim menikahi  Kim Jong Suk yang melahirkan putra pertama mereka, Kim Jong Il.

Saat itu Kim Il Sung belum menjadi pemimpin Komunis Korea Utara. Ia tidak dikenal luas, bahkan oleh para tokoh komunis Korea di luar gerilyawan anti-Jepang di Manchuria.

Nama Kim Il Sung baru mulai berkibar setelah Jepang menyerah dan Korea jatuh ke tangan Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Pasukan Uni Soviet sudah masuk wilayah Korea Utara sehari setelah mendeklarasikan perang terhadap Jepang, 8 Agustus 1945. Tujuh hari kemudian, Jepang menyerah dalam Perang Dunia Kedua.

Kim Il Sung dan kawan-kawannya di Brigade 88 didaratkan Uni Soviet di Korea Utara pada 19 September. Jadi Kim Il Sung tidak terlibat dalam penyerbuan pembebasan Korea Utara dari pendudukan Jepang.

Uni Soviet memperkenalkan Kim Il Sung sebagai gerilyawan, bukan pemimpin politik. Hal ini menunjukkan tidak ada niat mula-mula dari Uni Soviet untuk menjadikan Kim Il Sung pemimpin Korea Utara. Bahkan mungkin Kim Il Sung sama sekali tidak masuk dalam radar red talent di mata pemimpin Uni Soviet.

Ketika Uni Soviet membentuk Komite Persiapan Kemerdekaan Korea (PKCI), Kim Il Sung dan kelompoknya ditunjuk sebagai penghubung tidak resmi antara Partai Komunis Uni Soviet dengan partai-partai non-Komunis di Korea yang terlibat di dalam PKCI.

PKCI yang saat itu berfungsi sebagai pemerintahan sementara Korea Utara kemudian bubar karena pertentangan merespon proposal  Roosevelt (AS). Kim Il Sung dan kawan-kawannya menyatakan loyalitas terhadap garis komintern.

Sikap Kim Il Sung itulah yang membuat Komintern mempromosikannya sebagai salah satu pemimpin Komunis di Korea Utara. Pada 8 Februari 1946, Komintern/PKUS mengangkat Kim Il Sung sebagai Kepala Komite Rakyat Sementara yang menjalankan fungsi pemerintahan di Korea Utara.

Meski demikian, Kim Il Sung belum menjadi tokoh paling berpengaruh di kalangan komunis Korea Utara. Masih banyak tokoh senior, terutama yang berasal dari angkatan pertama gerakan Komunis di Korea memiliki faksi-faksi sendiri.


Pra-Kemerdekaan hingga 4 tahun pertama masa kemerdekaan, faksi Kim Il-sung adalah yang terlemah di antara empat faksi komunis Korea Utara. Setelah kegagalan coup Faksi Yan’an dan Faksi Soviet terhadap Kim Il-sung pada Agustus 1956, faksi Kim Il-sung menjadi kekuatan tanpa lawan dalam tubuh Partai Buruh Korea, penguasa Republik Rakyat Demokratik Korea (Utara).

Uni Soviet membebaskan Korea Utara dari penjajahan Jepang pada 15 Agustus 1945 dan membentuk Komite Rakyat Sementara yang berfungsi sebagai Pemerintahan Korea Utara. Pada 20 Februari 1947, status Komite Rakyat Sementara berubah definitif, Kim Il-sung terpilih sebagai Ketua Komite. Tetapi Kim Il-sung baru sungguh berkuasa secara de facto, belum de jure, pada 1949, setelah ia terpilih menjadi Ketua Partai Buruh Korea (KWP).

Faksi-Faksi Komunis Menjelang hingga Masa Awal Kemerdekaan

Bagian ini berfokus pada pemetaan faksi-faksi komunis Korea Utara sebelum 1956. 

Kita sudah membahas pembentukan pertama kali Partai Komunis Korea (KCP) oleh para pelarian Korea di China pada 1918. Partai pertama ini berada dalam pengaruh Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia garis Bolshevik (RSDRP(b)). Sementara KCP yang didirikan di Seoul pada 1925 merupakan seksi atau cabang dari Partai Komunis Uni Soviet (CPSU) — CPSU merupakan perluasan RDRSP pascapendirian Uni Soviet.

Kita tidak membahas Partai Sosialis Korea yang didirikan 1918 di Khabarovsk, Rusia atas instruksi langsung pemimpin Bolshevik. Ini karena para pendirinya, seperti aktivis perempuan Alexandra Kim (turunan migran Korea di Rusia), dieksekusi Jepang pada tahun itu juga sehingga menyulitkan penelurusan pengaruh gerakan ini kepada generasi komunis Korea selanjutnya.

Pada Desember 1928, CPSU membubarkan KCP (yang didirikan di Tiongkok 1918 pun di Seoul 1925) dan menyuruh para anggotanya bergabung ke partai-partai komunis di masing-masing negara pengasingan mereka. Alasan pembubaran ini adalah karena CPSU puyeng untuk mencoba mendamaikan internal struggle yang kelewat kencang di tubuh KCP.

Pembubaran oleh CPSU, ditambah rpula kencangnya respresi Jepang, membuat kaum komunis Korea tercerai-berai dan terisolasi satu-sama lain. Kondisi terisolasi ini merupakan material pembentuk faksionalisasi di tubuh Partai Buruh Korea (KWP) kelak di kemudian hari saat Republik Rakyat Demokratik Korea terbentuk.

Mengenali faksionalisasi dalam tubuh KWP penting sebagai landasan memahami karakter kekuasaan dinasti Kim dan peralihan ideologi KWP dan Korea Utara dari Komunisme menjadi Juche.

Para penulis tentang Korea Utara umumnya memetakan 4 faksi dalam KWP pada dekade pertama negara ini. Tetapi saya merasa lebih pas menambahkan satu faksi lagi, kelompok Abu-Abu

#1. Faksi Domestik atau Faksi Perlawanan Bawah Tanah.

Faksi Domestik berkembang dari pelarian Korea yang kembali menyusup ke Korea dan mendirikan Partai Komunis Korea (KCP) di Seoul pada 1925. Kelompok ini mulanya sukses mengorganisasikan gerakan tani sebelum dibubarkan CPSU pada 1928. Kelompok ini pula yang memanfaatkan peluang kekosongan kekuasaan pada Agustus 1945 dengan mendirikan kembali KCP di Seoul.

Pak Hon-yong.

Tokoh utamanya adalah Pak Hon-yong (lihat pembahasan di bagian 2), pendiri KCP Seoul 1925, sekaligus Sekjend Komite Sentral (pemimpin tertinggi) Partai Komunis Korea versi 1945.

Di masa awal pembentukan Partai Komunis Korea Utara (NKCP) – embrio KWP – di Pyongyang pada 1946, Uni Soviet, bahkan kelompok  Kim Il-sung mengakui kepemimpinan Pak Hon-yon terhadap seluruh komunis Korea.

Faksi Domestik dianggap yang paling memiliki kemiripan dengan generasi awal Bolsyevik di Rusia (Lenin, cs) sebab umumnya berpendidikan tinggi dalam Marxisme dan lihai dalam perjuangan politik clandestine.

Faksi ini juga sebenarnya yang paling kuat di Korea sebab terus melakukan kaderisasi dan lebih memahami Korea dibandingkan tiga faksi lain yang datang dari luar Korea. Sayangnya mayoritas kader Faksi Domestik berada di wilayah Korea Selatan sehingga ketika Uni Soviet menginisiasi pembentukan Partai Komunis Korea Utara, hanya sedikit angggota Faksi Domestik yang bergabung.

Di wilayah Korea Selatan, Faksi Domestik terus bertambah besar dan kuat dalam Partai Komunis Korea Selatan (SKCP) di bawah represi (pembunuhan masif) oleh pemerintahan kanan  Sungman Rhee yang disponsori Amerika Serikat.

Pada 1948, oleh represi yang kian keras, Pak Hon-yong pindah ke Korea Utara. Ketika Partai Buruh Korea Utara dan Selatan bergabung membentuk Partai Buruh Korea (KWP), Pak Hon-yong menjad Wakil Ketua Politburo (1949-1953). Ia juga menjabat Menteri Pertahanan Korea Utara hingga disingkirkan Kim Il-sung pada 1953 dan diseksusi mati. Penyebab penyingkiran ini akan dibahas di BAGIAN 5.

Chu Yong-ha.

Tokoh Faksi Domestik lainnya adalah Chu Yong-ha. Ia adalah anggota Faksi Domestik yang sejak mula-mula sudah beraktivitas di Utara.

Dalam Kongres I Partai Buruh Korea Utara (NKWP), Chu Yong-ha terpilih sebagai anggota Politburo Komite Sentral dan Wakil Ketua Sekretariat. Sidang Komite Sentral (CC) Pertama memilihnyasebagai salah satu Wakil Ketua NKWP.

Dalam Kongres Kedua NKWP (Maret 1948), Chu kembali terpilih untuk duduk di CC. Kali ini ia duduk di Komite Politik, organ eksekutif tertinggi partai sekaligus organ kekuasaan negara de facto. Mula-mula Politburo dinamakan Komite Politik. Dalam Sidang Pleno CC, Chu lagi-lagi terpilih sebagai Wakil Ketua NKWP.

Saat Republik Demokratik Rakyat Korea, nama resmi Korea Utara, berdiri, Chu terpilih sebagai Menteri Tansportasi yang pertama. Saat itu Perdana Menteri (Premier) adalah Kim Il-sung.

Pada September 1948, Pleno Kedua CC mengganti Chu dengan Ho Ka-i sebagai Wakil Ketua Partai.

Saat Perang Korea Pecah, Chu Yong-ha menjabat Duta Besar Korea Utara untuk Uni Soviet.

#2 Faksi Yan’an

Faksi kedua disebut faksi Yan’an karena di kota inilah mereka menetap selama masa pelariannya dari Korea.

Yan’an dijuluki Red Kapital sebab merupakan ibu kota teritori Komunis China semasa pra-Perang Dunia Pertama.

Kota ini direbut kaum Komunis China dari tangan kaum nasionalis (Guomintang) pada Desember 1936, setelah long march dan di masa awal Front Persatuan Kedua, aliansi Komunis dan Nasionalis China dalam menghadapi invasi Jepang.

Faksi Yan’an memiliki dua sayap. Sayap pertama merupakan kaum intelektual kiri Korea. Pimpinan sayap intektual faksi ini,  Kim Tu-bong adalah ahli bahasa Korea terkemuka di zaman itu.

Sayap intelektual Faksi Yan’an juga sangat terdidik teori-teori Marxisme. Level pemahaman mereka akan Marxisme menyamai orang-orang di Faksi Domestik.

Yang kurang dari Faksi Yan’an adalah pengetahuan mereka terhadap kondisi Korea. Bisa dimaklumi, mereka berada di luar Korea dan represi Jepang membuat berita-berita tentang perkembangan kondisi di Korea tidak sampai kepada mereka.

Selain bergabung dengan Partai Komunis China, para Komunis Korea di Faksi Yan’an juga mendirikan sejumlah organisasi pergerakan Korea. Salah satu yang paling terkenal adalah Liga Kemerdekaan Korea.

Kim Tu-bong.

Setelah Uni Soviet mengusir Jepang dari Korea, Faksi Yan’an masuk ke Korea dan mendirikan Partai Rakyat Baru Korea yang dipimpin Kim Tu-bong. Di Korea Selatan, Partai Rakyat Baru kemudian merger dengan Partai Komunis Korea dan Partai Demokratik, membentuk Partai Buruh Korea Selatan (SKWP). Sementara di Utara, Partai Rakyat Baru merger dengan Biro Korea Utara Partai Komunis Korea, membentuk Partai Buruh Korea Utara (NKWP).

Kelak Kim Tu-bong menjadi Ketua Komite CC  NKWP (1946-1949). 

Kim Tu-bong juga merupakan Kepala Negara Korea Utara yang pertama (1948-1957) sebab ia menjabat Ketua Presidium Supreme People Assembly (SPA).

SPA – semacam DPR-MPR – adalah lembaga kekuasaan negara tertinggi. Di antara masa sidang SPA, lembaga negara yang menjalankan fungsi kepemimpinan negara adalah Presidium SPA yang dipimpin Presiden Presidium. Dengan demikian, de jure, Presiden Presidium SPA – sebelum perubahan konstitusi pada 1970an – adalah Kepala Negara.

Namun kenyataannya, sebagai negara Stalinis, kekuasaan berada di tangan Partai Buruh Korea (KWP). Karena itu, Kepala Negara de facto adalah Ketua KWP yang merupakan Ketua (atau Sekjend CC setelah jabatan Ketua ditiadakan).

Pada 1957, Kim Il-sung menyingkirkan Kim Tu-bong dari kekuasaan, baik kekuasaan negara dan pemerintahan maupun kekuasaan dalam Partai Buruh Korea. Penyebab penyingkiran ini akan dibahas di Bagian Kelima.

Kim Mu-chong.

Sayap kedua Faksi Yan’an adalah milisi bersenjata yang terlibat berjuang bersama Tentara Merah China, baik dalam perang sipil melawan kaum nasionalis, maupun dalam perang menghadapi invasi Jepang.

Para pejuang Faksi Yan’an inilah yang kemudian menjadi tulang punggung Tentara Rakyat Korea (KPA), angkatan perang Republik Rakyat Demokratik Korea.

Tokoh terkemuka sayap bersenjata Faksi Yan’an yang terkenal adalah Kim Mu-cohng.

Kim Mu-chong nerupakan salah satu tokoh dalam Angkatan Darat Rute Kedelapan. Ini adalah kesatuan tempur Tentara Merah yang didirikan pada 22 September 1937 untuk dilibatkan dalam Tentara Revolusi Nasional Republik Tiongkok saat menghadapi Jepang.

Tentara Revolusi Nasional Republik Tiongkok adalah angkatan perang Republik China (negara Tiongkok semasa kekuasaan berada di tangan kaum nasionalis Kuomintang). Dalam Tentara Revolusi Nasional Republik Tiongkok, nama resmi Angkatan Darat Rute Kedelapan adalah Angkatan Darat Kelompok ke-18.

Mu-chong kembali ke Korea Utara pada akhir 1945 dan kemudian menjadi Sekretaris II KWP pada CC periode pertama, dan menjadi orang ketiga dalam KPA saat Perang Korea.

Sejak awal pamor Mu-chong sebagai pemimpin perjuangan bersenjata jauh lebih bersinar dibandingkan Kim Il Sung dan karenanya Kim Il Sung memandang Mu-chong sebagai ancaman.

Mu-chong adalah otak stategi militer sekaligus pemimpin karismatis Tentara Rakyat Korea (KPA) dalam Perang Korea. Di bawah kepemimpinannya (bersama 3 jenderal lain),  KPA berhasil merebut Kota Taegu, Masan, dan P’ohang, dan Sungai Naktong dari pasukan Amerika Serikat dan Korea Selatan yang dipimpin langsung Jenderal Douglas MacArthur yang legendaris.

#3 Faksi Soviet

Faksi Soviet berisi anak-anak imigran Korea di Uni Soviet. Sebagai imigran generasi kedua dan ketiga, mereka lahir di Uni Soviet, mengenyam pendidikan Uni Soviet, dan menguasai dua bahasa, Korea dan Rusia. Menurut Lankov (2005), hingga akhir 1950, para anggota faksi Soviet secara teknis memiliki kewarganegaraan Uni Soviet.

Anak-anak imigran Korea yang dikirim pemerintah Uni Soviet ke Korea Utara (1945-1948) umumnya berprofesi sebagai guru dan merupakan kader golongan rendah dan menengah di Partai Komunis Uni Soviet (CPSU). Mereka hendak ditempatkan pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintahan Korea Utara.

Tokoh-tokoh dari faksi ini antara lain Ho Ka-i dan Pak Chang-ok.

Ho Ka-i alias Alexei Ivanovich Hegai.

Lahir 1908 di Khabarovsk – kota tempat Kim Alexandra mendirikan Partai Sosialis Korea pada 1918 – Rusia, Alexei Ivanovich Hegai (Ho Ka-i) bergabung dengan CPSU pada usia 22 tahun.  Oleh kecerdasan dan kecakapannya, Ho Ka-i segera menduduki jabatan Sekretaris Komite Timur Jauh dalam kepemimpinan Liga Pemuda Komunis Uni Soviet.

Pada 1933, Ho Ka-i pindah dari Khabarovsk ke Moskow untuk menempuh kuliah pertanian. Pada 1937, ketika Stalin sedang gencar-gencarnya menyingkirkan kalangan kelas menegah dari kepemimpin CPSU, Ho Ka-i membawa keluarganya melarikan diri ke Uzbekistan. Ia selamat di sana hingga gerakan penyingkiran mereda.

Pada 1945, Ho Ka-i dan sejumlah kader CPSU keturuan Korea dikirim ke negara ayah-ibu atau kakek-nenek mereka.

Ho Ka-i dengan cepat meraih kepemimpinan di kalangan komunis Korea Utara. Pada Agustus 1946, dalam pembentukan Partai Buruh Korea Utara (NKWP) sebagai penggabungan Biro Korea Utara Partai Komunis Korea dan Partai Rakyat Baru (Sinmindang), Ho Ka-i terpilih menjadi anggota Komite Politik.

Duduk dalam Komite itu adalah para pemimpin Partai, yaitu Ketua Partai Kim Tu-bong (faksi Yan’an), Wakil Ketua I  Kim Il-sung (Faksi Gerilyawan Manchuria), Wakil Ketua II Chu Yong-ha (Faksi Domestik), Choe Chang-ik (Faksi abu-abu), dan  Ho Ka-i (Faksi Soviet).

Komite Politik adalah nama lain dari Politburo Komite Sentral, organ eksekutif tertinggi di tubuh Partai Komunis (juga Partai perjuangan non-Komunis seperti Hammas). Poliburo lah sebenarnya struktur kekuasaan eksekutif tertinggi negara Komunis.

Politburo CC pertama NKWP membentuk pemerintahan pertama Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara).

Pada Sidang Pleno  II CC Kedua NKWP, September 1948, Ho Ka-i terpilih menggantikan Chu Yong-ha sebagai Wakil Ketua II NKWP, merangkap Ketua Komite Inspeksi.

Ketika NKWP dan Partai Buruh Korea Selatan (SKWP) merger untk membentuk Partai Buruh Korea (KWP), dalam sidang pleno CC gabungankedua partai, Juni 1949, Ho Ka-i terpilih menjadi Wakil Ketua II dan Sekretaris I. Saat itu Kim Il-sung terpilih sebagai Ketua, dan Pak Hong-yong Wakil Ketua I.

Setelah serangkaian pertentangan dengan Kim Il-sung (akan dijelaskan Bagian 5), pada Juli 1953 Ho Ka-i ditemukan tewas. CC KWP, dalam Sidang Pleno ke-6, 4 August 1953, melaporkan Ho Ka-i meninggal karena bunuh diri. Tetapi banyak pihak yakin, ia dibunuh Faksi Gerilyawan Manchuria atas perintah Kim Il-sung.

Pak Chang-ok

Setelah kematian Ho Ka-i, Faksi Soviet dipimpin Pak Chang-ok. Ia anggota CC dan Ketua Komisi Perencanaan Negara. Pada Maret 1954, Pak Chang-ok menjadi Wakil Perdana Menteri (Vice-Premier) Korea Utara—. Yang jadi Premier adalah Kim Il-sung.

Kim Il-sung menyingkirkan Pak Chang-ok dari pemerintahan Korea Utara dan KWP pada 1956. Penyebabnya akan kita bahas di Bagian Kelima.

#4. Faksi Partisan/Gerilyawan Manchuria

Seperti sudah disinggung di Bagian Kedua, Faksi Manchuria adalah faksi pendukung Kim Il-sung, merupakan para gerilyawan Korea yang berjuang melawan invasi Jepang di Manchuria.

Setelah terdesak oleh Jepang, kelompok ini mundur ke wilayah Uni Soviet. Di sana mereka digabungkan ke dalam  Brigade 88 guna mendapat pendidikan kemiliteran dan sedikit kursus politik Marxist-Leninisme garis Stalin.

Uni Soviet mendaratkan kelompok di Korea Utara beberapa bulan setelah Jepang diusir pergi.

Faksi Manchuria adalah yang paling kurang terdidik secara idelogi dan politik Marxist-Leninisme. Jumlah mereka juga paling kecil dan mula-mula tidak memiliki banyak pengikut di Korea Utara karena tidak terlalu memahami bahasa Korea. Kondisi ini bertolak belakang dengan Faksi Soviet yang terpelajar dan bilingual.

Selain Kim Il-sung, tokoh dari faksi ini yang duduk dalam CC Pertama KWP  (Agustus 1946-Maret 1948) adalah Kim Chaek alias Kim Hong-gye dan An Kil.(Yang, 2019)

Tetapi keduanya juga disingkirkan Kim Il-sung. An Kil hanya bertahan di CC Pertama, sementara Kim Chaek hingga CC Kedua (Maret 1948-April 1956) tetapi meninggal pada 1951 semasa Perang Korea. Ia adalah salah satu Komandan Tentara Rakyat Korea.

Kim Chaek disebut meninggal oleh bom yang dijatuhkan Amerika Serikat. Tetapi banyak rumor—yang diyakini—ia korban penyingkiran oleh Kim Il-sung.

Choe Yong-gon

Tokoh penting lain—sangat penting sebenarnya—di Faksi Partisan Manchuria adalah Choe Yong-gon. Tetapi Uni Soviet mula-mula menanam Yong-gon di Partai Demokratik Korea Utara—partai nasionalis kiri—sebagai Wakil Ketua untuk memastikan haluan partai ini loyal terhadap Front Demokratik yang dipimpin Partai Buruh Korea.

Sebagai negara di baru di bawah pengaruh Stalinisme Uni Soviet, Kaum Komunis Korea Utara menjalankan garis Persatuan Nasional antara komunis dan borjuasi progresif, sama seperti haluan “Jalan Baru” Muso di Indonesia.

Di Korea Utara, Front Persatuan Nasional–yang bernama resmi Democratic Front for the Reunification of the Fatherland–dari KWP, Partai Demokratik, dan Partai Chondoist Chongu, serta ormas-ormas sayap KWP.

Hingga kini Partai Sosial Demokratik Korea (Chosn Sahoe Minjudang, KDSP) dan Partai Chondoist Chongu masih berdiri dan memiliki perwakilan dalam Supreme People’s Assembly, MPR-DPR Korea Utara. Pada pemilu 2014, KDPS menempatkan 50 dari total 687 anggota SPA; sementara Partai Chondoist Chongu 22 orang.

Kembali ke Yong-gon Baru pada Kongres III (Aprip 1956) hingga Kongres V (November 1970), nama Choe Yong-gon muncul, yaitu saat ia terpilih sebagai anggota Komite Sentral sejak CC III hingga CC V.(Yang, 2019)

Sebelum Korea Utara mengenal jabatan Presiden (yang selalu dijabat Kim Il-sung), jabatan Kepala Negara Korea Utara berada di tangan Ketua Standing Committee of the Supreme People’s Assembly.

Hanya dua orang yang pernah menduduki jabatan ini (saat ia setara Kepala Negara) yaitu Kim Tu-bong (1948-1957) saat menjadi Ketua CC NKWP dan  dan saat anggota CC KWP; dan Choe Yong-gon (1957-1972).  Choe Yong-gon tiga terpilih untuk jabatan itu. Pada periode pertama (1957-1962) ia masih menjabat pimpinan Partai Sosial Demokratik Korea. Baruu pada dua periode selanjutnya statusnya sudah legal (dibuka) di Partai Buruh Korea.

Choe Yong-gon juga merupakan komandan tertinggi (Supreme Commander) pertama Tentara Rakyat Korea (1948-1950) dan merupakan satu-satunya non-dinasti Kim yang pernah memegan jabatan tersebut.

Saat ini jabatan  Supreme Commander Tentara Rakyat Korea berada di tangan Kim Jong-un, menggantikan ayahnya, Kim Jong-il, yang menggantikan kakek Jong-un, Kim Il-sung.

#5. Faksi Abu-Abu

Tokoh-tokoh berikut saya golongkan sebagai faksi abu-abu karena sepak terjang dan sejarah perjuangan mereka menyulitkan para ahli Korea Utara memetakan dengan ketat posisi mereka sehingga sering terjadi perbedaan dalam memetakannya. Tiga tokoh terkemuka di kelompok ini adalah tokoh senior Choe Chang-ik serta pasangan suami istri Kim Yong-bom dan Pak Chong-ae.

Choe Chang-ik

Choe Chang-ik tergolong unik sebab ia memiliki kedekatan dengan banyak faksi sekaligus menjadi lawan banyak faksi.

Pada tabel North Korean Top Party Leadirship Changes, 1946-1947 dalam buku Sung Chul Yang (2019, hal 339-340), nama Cho’oe Ch’ang-ik dalam dalam 20 besar Komite Sentral di tiga kongres. Tetapi tampak bahwa ketokohannya terus kehilangan pamor hingga akhirnya disingkirkan Kim Il-sung. ia mati dibunuh polisi rahasia.

Dalam CC hasil Kongres I (Agustus 1946), nama Choe ada uturan keempat, di bawah Kim Tu-bong, Kim Il-sung, dan Chu Yong-ha. Pada Kongres Kedua (Maret 1948) namanya jatuh ke urutan keenam, disalib Ho Ka-i dan Kim Chaek. Pada Kongres Ketiga (April 1956), nama Choe sudah jatuh ke urutan kedelapan dalam daftar peringkat anggota Komite Sentral paling berpengaruh.

Senada dengan Ford dan Kwon (2018), Sung Chul Yang juga menggolongkan Choe Chang-ik sebagai faksi Yan’an.

Meski demikian, pengalaman panjang perjuangan Choe Chang-ik dan sejarah keterlibatannya dengan faksi-faks yang ada membuat saya, dalam pembahasan ini, menempatkannya sebagai tokoh di area abu-abu.

Setelah Sam-il Movement 1919, Choe Chang-ik pergi ke Jepang untuk melajutkan studi dan tamat dari Universitas Waseda pada 1925. Meski studi di Jepang, Choe Chang-ik melakukan gerilya politik ke mana-mana. Ia boleh diibaratkan Tan Malaka.

Pada paruh pertama 1920an,  Choe sempat masuk ke Korea dan terlibat di dalam Korean Labour Society serta membantu pendirian Liga Pemuda Komunis Korea. Ia sempat ditangkap polisi Jepang karena memimpin pertemuan Konferensi Buruh Korea.

Pada 1924, Choe ikut mendirikan Aliansi Pemuda Joseon dan menjadi anggota Komite Eksekutif Pusat-nya. Ia juga membentuk Aliansi Sosialis para pemuda serta terlibat berbagai gerakan perlawanan lain, termasuk membentuk Liga Komunis bersama grup Shinmin di Manchuria dan membangun kontak dengan kelompok Gerilyanan Kim Il-sung.

Choe juga sempat terlibat dalam Kongres Komunis Internasional di Vladivostok, Uni Soviet, mewakili Asosiasi Pemuda Seoul.

Pada 1927, Ia kembali ke Korea dan bergabung sebagai eksekutif Partai Komunis Korea yang didirikan Faksi Domestik. Ia kemudian ditangkap Jepang pada 1928 dan meloloskan diri dari penjara pada 1935, lari ke China.

Di China, Choe terlibat banyak organisasi perlawanan, termasuk Partai Revolusioner Korea yang didirkan kaum nasionalis-kiri Korea di Shanghai, dan menjadi salah satu komandan milisi bersenjata partai itu.

Mengetahui  Partai Revolusioner Korea dibiayai Chiang Kai-shek, Choe mengundurkan diri dan atas biaya Partai Komunis Korea di Seoul, ia pergi ke Yanan untuk bergabung dengan faksi itu. Pada 1946, Choe ikut grup Yanan mendirikan Partai Rakyat Baru Korea dan menjadi wakil ketua.

Ketika Partai Rakyat Baru bergabung dengan Biro Korea Utara Partai Komunis Korea untuk membentuk NKWP, Cheo duduk di Komite Politik bersama 4 pimpinan terkemuka Komunis Korea Utara: Kim Tu-bong, Kim Il-sung, Chu Yong-ha, dan Ho Ka-i.

Hingga 1955, Choe Chang-ik mengepalai sejumlah kementerian di Pemerintahan Korea Utara dan menjadi anggota CC KWP. Setelah itu ia disingkirkan Kim Il-sung (penyebabnya akan dibahas di Bagian 5) dan seperti disinggung di depan, ia mati dibunuh polisi rahasia Korut pada 1960.

Kim Yong-bom

Kim Yong-bom adalah tokoh paling misterius di antara para pemimpin generasi pertama Komunis Korea.

Sejumlah penulis tentang Korea Utara, seperti Kleiner (2001), menempatkan Kim Yong-bom sebagai bagian dari FaksiDomestik. Tetapi jika mengacu Lankov (2002), Kim Yong-bom dikirim Uni Soviet ke Korea pada 1930 untuk merintis pembangunan gerakan komunis bawah tanah di bawah pengaruh Uni Soviet. Karena itu bisa juga memandang Kim Yong-bong sebagai anggota, bahkan perintis Faksi Soviet.

Dugaan bahwa Kim Yong-bom merupakan anggota Faksi Soviet diperkuat keterpilihannya sebagai Ketua Biro Cabang Korea Utara  Partai Komunis Korea. Biro ini dibentuk atas inisiatif Uni Soviet. Kim Il Sung hanya salah satu anggota biro.

Memang, sebagaimana ditulis Kleiner, pembentukan Cabang Korea Utara dari Partai Komunis Korea itu menujukkan pengakuan mula-mula Uni Soviet atas kepemimpinan Faksi Domestik di bawah pimpinan Pak Hon Young, Ketua Komite Sentral Partai Komunis Korea yang berpusat di Seoul.

Selain ditunjukkan oleh namanya (Biro Korea Utara Partai Komunis Korea), pengakuan terhadap kepemimpinan Pak Hon-Yong di Seoul juga tampak oleh telegram yang dikirimkan ke Seoul, berbunyi “Support for the correct political line of comrade ak Hon-Yong.” (Lankov, 2002. Hal. 20)

Pada Sidang Pleno Biro yang ketiga (17-18 Desember 1945), Kim Il Sung terpilih menjadi Ketua Biro menggantikan Kim Yong-bom. Penggusuran Kim Yong-bom tampaknya merupakan upaya Kim Il Sung yang pertama kali untuk menyingkirkan para pesaingnya demi merangkak ke tampung kekuasaan Korea Utara.

Setelah itu namanya Yong-bom menghilang begitu saja. Ia bahkan tidak termasuk di dalam anggota Komite Sentral pertama Partai Buruh Korea. Padahal istri Kim Yong-bom, Pak Chong-ae, termasuk anggota Komite Sentral paling berpengaruh dan dianggap sebagai satu-satunya tokoh perempuan pimpinan Partai Buruh Korea yang didengarkan Kim Il-sung dan satu-satunya perempuan yang pernah duduk di Politburo.

Sangat sulit menemukan informasi lebih detil tentang Kim Yong-bom. Hal ini mungkin berkaitan dengan upaya Pemerintah Korea Utara menghapus nama-nama tokoh yang dianggap jadi penghalang glorifikasi Kim Il Sung dalam sejarah pembentukan Korea Utara.

Pak Chong-ae

Seperti suaminya, Kim Yong-bom (mereka menikah 1940), Pak Chong-ae juga merupakan kader Partai Komunis Uni Soviet yang dikirim ke Korea sejak 1930. Artinya, ia kader PKUS yang berkerja bersama kaum Komunis Korea dari Faksi Domestik semenjak perjuangan Kemerdekaan Korea.

Lahir 1907 di Korea, Pak Chong-ae melanjutkan pendidikan di Universitas di Moskow. Setelah tamat, ia bekerja di dinas rahasia Uni Soviet. Pada 1930, mungkin bersamaan dengan Yong-bom, Chong-ae disusupkan ke Korea.

Sejak Kongres Pertama (Agustus 1946) hingga Kongres Keempat (April 1961) KWP, nama Chong-ae selalu masuk 10 besar anggota CC paling berpengaruh. Pada pemilihan anggota CCl di Kongres III, nama Chong-ae bahkan berada di urutan keempat, di bawah Kim Il-sung, Kim Tu-bong, dan Choe Yong-gon. Tiga orang ini pernah menjadi Kepala Negara Korea Utara.

Sejumlah penulis menempatkan Pak Chong-ae sebagai anggota Faksi Domestik. Tetapi Yang (2019) memasukannya sebagai anggota Faksi Manchuria (Faksi Kim Il-sung). Mungkin karena, seperti ditulis Lankov, Pak Chong-ae adalah “one offKim Il Song’s most reliable lieutenants.”(2005, hal 51) Pak Chong-ae lah digunakan Kim Il-sung untuk menyerang lawan-lawannya dari Faksi Soviet dalam Sidang Pleno Komite Sentral.

Pak Chong-ae akhirnya disingkirkan Kim Il-sung pada Konferensi Kedua Partai Buruh Korea, Oktober 1966. Banyak yang menduga, Kim menanggap Pak ancaman bagi penokohan dirinya.

Baiklah. Kita cukupkan di sini dulu. Pada Bagian Keempat, kita akan membahas pengaruh De-Stalinisasi yang dilancarkan Kruschev bagi perubahan Korea Utara menjadi negara Stalinis Independen. Sementara penyingkiran terahadap faksi-faksi lawan Kim Il-sung akan dibahas di Bagian Kelima.


Bahan bacaan:

  1. Beauchamp, Zack. 2018. “Juche, the State Ideology That Makes North Koreans Revere Kim Jong Un, Explained.” Vox.Com, June 18, 2018.
  2. Bluth, Christoph. 2011. Crisis on the Korean Peninsula. Potomac Books, Inc.
  3. David-West, Alzo. “Between Confucianism and Marxism-Leninism: Juche and the Case of Chng Tasan.” Korean Studies 35 (2011): 93-121. Accessed May 2, 2020. .
  4. Ford, Glyn, and Soyoung Kwon. 2018. North Korea on the Brink: Struggle for Survival. London: Pluto Press.
  5. J. Kim, Ilpyong. 2003. Historical Dictionary of North Korea. The Scarecrow Press, Inc.
  6. Kim, Sung Chull. 2006. North Korea under Kim Jong Il: From Consolidation to Systemic Dissonance. State University of New York Press.
  7. Kleiner, Jurgen. 2001. Korea, a Century of Change. World Scientific.
  8. Lankov, Andre Nikolaevich. 2002. From Stalin to Kim Il Song: The Formation of North Korea, 1945-1960. C. Hurst & Co. Publishers.
  9. ———. 2005. Crisis in North Korea: The Failure of De-Stalinization, 1956. University of Hawai’i Press.
  10. Yang, Sung Chul. 2019. The North And South Korean Political Systems: A Comparative Analysis. Routledge.


You cannot copy content of this page.

If you need copy of the content, please contact me at gegehormat@gmail.com.