Makrofundamental Komoditas Kakao dan Industri Coklat 2024


Situs berita CNBC Indonesia pada 24 Oktober 2023 menampilkan grafik pergerakan harga Kakao di pasar global. Rupanya sudah sejak Agustus 2022 harga reli, secara konsisten bergerak naik hingga tanggal pemberitaan. Dalam waktu 3 bulan (Agustus-Oktober) dalam grafik yang disajikan, harga bergerak naik lebih dari 50%.

Sumber: cnbcindonesia.com, 24 Oct 2023

Untuk mendapatkan perkembangan harga terkini (2024), saya mengecek situs investing.com yang menampilkan Data Historis Kakao AS Berjangka. Rupanya harga masih terus bergerak naik. Pada 31 Desember 2023, harga Kakao di bursa komoditas berjangka AS masih 4.204 USD per ton. Pada 21 Maret 2024, harga telah menyentuh 8.541 US. Naik 100% dalam 3 bulan. Dibandingkan data Juni-Oktober, tampak reli mengalami percepatan.

Tangkap layar Investing.com

Baiklah. I think it’s confirmed enough. The price of cocoa has significantly increased over the last eight months. Unfortunately, I was not aware of this news until recently. But late is better than nothing, isn’t it?

Okay. We end here for today. Tomorrow we’ll look for the answer of the next question.


Harga adalah hasil tumbukan dua kekuatan di dalam pasar: demand dan supply. Harga adalah titik keseimbangan. Ketika salah satu atau dua kekuatan itu berubah, harga harus bergeser ke titik keseimbangan baru. Kenaikan harga hanya mungkin terjadi oleh dua hal: demand is increasing rapidly while supply stagnates, decreases, or increases slower. Inilah yang akan kita cari.

Di dunia, Kakao diperdagangkan dalam 4 wujud utama: biji kako, minyak kakao (cocoa butter), pasta coklat (cocoa liquor).

Biji kakao adalah produk paling hulu dari rangkaian pengolahan pascapanen. Biji kakao diperdagangkan sebagai biji kakao kering dan biji kakao basah. Biji kakao ini yang kemudian oleh konsumen (perusahaan makanan) diolah menjadi beragam makanan olahan coklat.

Ekstraksi biji kakao menghasilkan cocoa butter (minyak kakao). Pabrik makanan akan mengolah cocoa butter–dicampur bahan lainnya–menjadi mentega dan margarin coklat. Perusahaan farmasi memanfaatkan cocoa butter sebagai bahan baku obat-obatan dan kosmetik.

Chocolate paste (cocoa liquor) adalah olahan biji kakao –diekstrak lalu dilumat–berbentuk cair atau pasta yang digunakan untuk bahan pembuat kue dan minum. Pasta coklat dipres menjadi bubuk kasar yang disebut cocoa cake, bahan pembuat brownies.

Sementara cocoa powder (bubuk coklat) merupakan hasil penghalusan bungkil yang merupakan ampas dari proses ekstraksi lemak coklat. Bubuk coklat digunakan sebagai bahan campuran kue dan minuman.

Dari sisi luas tanam dan volume produksi, terdapat 7 negara penghasil utama Kakao, yaitu Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, Kamerun, Brazil, dan Ekuador.

Normalnya negara-negara produsen kakao adalah juga merupakan negara-negara eksportir terbesar Kakao. Namun kenyatannya tidak demikian. Termasuk di dalam 10 besar negara eksportir kakao adalah sejumlah negara yang tidak memiliki kebun Kakao. Sebaliknya sejumlah negara produsen kakao justru masuk dalam 10 besar importir Kakao.

Kondisi seperti yang tergambar di dalam table di atas terjadi karena volume ekspor dan impor kakao yang masuk dalam hitungan adalah seluruh produk kakao (biji kakao kering tanpa fermentasi, biji kakao telah difermentasi, biji kakao grinding–menjadi cocoa liquor, hingga cocoa butter dan cocoa cake yang merupakan hasil proses pressing terhadap cocoal liquor.

Negara-negara importir yang tidak memiliki kebun Kakao yang luas–seperti Malaysia, Belanda, dan Jerman–umumnya membeli biji kakao dari negara-negara produsen seperti Indonesia dan negara-negara di Afrika. Di negara-negara importir, biji kakao diolah menjadi produk-produk antara seperti cocoa liquor, cocoa butter, dan cocoa cake, hingga produk akhir seperti permen coklat batangan dan es krim untuk kemudian diekspor ke negara-negara ke negara-negara konsumen produk akhir seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara di kawasan Eropa.

Kita lihat Malaysia misalnya. Luas lahan Kakao di Malaysia turun drastis dari 414.236 ha pada 1989 menjadi tersisa 16.102 ha (SerambiNews.com, “Antara Kakao Aceh dan Coklat Malaysia”). Namun sebaliknya, produksi hasil antara kakao Malaysia justru meningkat. Pada 1980, industri grinding kakao Malaysia hanya menghasilkan 6.000 ton produk antara Kakao. Pada 1990 jumlahnya naik menjadi 70.000 ton, lalu menjadi 300.000 ton pada 2007. Industri pengolahan kakao Malaysia mendapat pasokan bahan baku biji kako dari Pantai Gading dan sejumlah negara Afrika lain serta Indonesia.

Demikian pula negara-negara Eropa, terutama Belanda dan Jerman. Eropa adalah kawasan tujuan 56% ekspor biji kakao (cocoa beans). Tetapi Eropa juga merupakan kawasan penghasil 76% batang coklat yang diperdagangkan di dunia (CBI.eu, “What is the demand for cocoa on the European market?”).

Apa motive force kenaikan harga Kakao kali ini?

Loncatan harga kakao dunia saat ini dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan yang konsisten di satu sisi, bertemu kejatuhan supply di sisi lain.

Laporan berjudul  “Industrial Chocolate – Global Market Trajectory & Analytics” yang diterbitkan Global Industry Analysts Inc., (GIA) pada 2022 memprediksi compound annual growth rate (CAGR) coklat dunia sebesar 4,3% per tahun antara 2002 dan 2026. Pasar global coklat pada 2022 yang mencapai 54,6 miliar dolar AS, diperkirakan tumbuh menjadi 64,3 miliar dolar AS pada 2026. Pertumbuhan ini selain merupakan kontribusi pertumbuhan permintaan yang stabil dari Amerika Serikat sebagai konsumen terbesar coklat, juga datang dari negara konsumen coklat yang baru: China. CAGR permintaan coklat di China bahkan bertumbuh 6,4%, 1,5 kali lebih tinggi dari CAGR coklat global.

Pertumbuhan permintaan dan konsumsi coklat dunia didorong terutama oleh perubahan pola hidup generasi masa kini yang kian menuntut pola makan sehat namun praktis. Coklat yang kaya akan kandungan flavanol dan antioksidan alami menjadi asupan gizi favorit generasi muda. Ini sebabnya permintaan atas coklat organik, bebas gula, dan coklat hitam lebih tinggi dibandingkan varian produk lainnya.

Di tengah tingginya pertumbuhan permintaan, supply biji kakao sebagai bahan dasar utama coklat mendadak anjlok. Produksi kakao negara-negara penghasil utama di Afrika turun drastis. Pantai Gading, produsen 40% kakao untuk pasar global saat ini hanya bisa menghasilkan 2/3 dari kapasitas normal. Pengurangan 1/3 produksi Pantai Gading setara total produksi kakao Indonesia. Di Ghana, produsen kakao terbesar kedua di dunai, perusahaan-perusahaan grinder Kakao berulang kali berhenti beroperasi karena kekurangan bahan baku. CPC, perusahaan pengolah kakao milik negara kini hanya mengoperasikan 20% kapasitas produksinya karena kekurangan biji kakao. Gara-gara ini, The International Cocoa Organisation (ICCO) memperkirakan pasar kakao globl mengalami defisit supply sebesar 374.000 ton, naik dari defisit 2023 yang sebesar 74.000 ton.1 Defisit ini lebih besar dari total ekspor kakao Indonesia.

Penyebab mayor anjloknya produksi Kakao di negara-negara Afrika saat ini adalah climate driven. Pada 2023, hujan lebat yang berlebihan menyebabkan banyak pohon kakao mati karena penyakit busuk akar. Sementara di bulan-bulan awal 2024 yang kering, serangan angin berdebu yang parah bertiup dari Gurun Sahara telah menghalangi pertumbulan polong buah.2

Selain iklim, berperan pula faktor-faktor kronis yang bersifat struktural dan terkait tata kelola. Selama puluhan tahun harga kakao sangat rendah. Hutan di Afrika telah sangat menipis, tidak tersisa untuk dikonversi menjadi kebun kakao. Akibatnya petani melakukan replanting kakao di padang rumput yang kurang hara. Hal ini berdampak pada tingginya biaya persiapan lahan, terutama untuk pupuk. Biaya input yang mahal tidak sebanding dengan harga jual kakao yang selama puluhan tahun sangat rendah, sekalipun pemerintah-pemerintah di Afrika menerapkan kebijakan price floor untuk melindungi petani. Konflik Rusia-Ukraina mendorong kelangkaan pupuk dan kenaikan harganya –dua negara ini merupakan produsen pupuk utama. Biaya input yang tinggi dan harga output yang rendah menyebabkan banyak petani kakao di Afrika alih profesi dan menjual lahan ke penambangan liar.3


  1. Angel, Maytaal, Maxwell Akalaare Adombila, and Maytaal Angel. “Exclusive: African Cocoa Plants Run out of Beans as Global Chocolate Crisis Deepens.” Reuters, March 14, 2024, sec. Commodities. ↩︎
  2. Voice of America. “Chocolate Lovers, African Cocoa Farmers Pay Price as Big Brands See Profits,” March 30, 2024. ↩︎
  3. Odijie, Michael E. “Cocoa Prices Are Surging: West African Countries Should Seize the Moment to Negotiate a Better Deal for Farmers.” The Conversation, October 4, 2023. ↩︎


You cannot copy content of this page.

If you need copy of the content, please contact me at gegehormat@gmail.com.