Ragam Hewan dalam Adat Kematian Manggarai Flores

Ilustrasi. Sumber: Ignatius Kulas dan floresa.co

Yang kedua adalah segera menuju tempat jenazah disemayamkan untuk membantu kiranya ada hal yang perlu dipersiapkan terkait acara kedukaan dan menyampaikan duka cita secara informal.

Saya sebut secara informal, sebab bagi orang Manggarai-Flores penyampaian duka tidak boleh sembarangan. Wujud penyampaian duka yang formal harus mempertimbangkan posisi almarhum di dalam relasi keluarga besar. Apakah almarhum berstatus ‘anak rona‘ atau ‘anak wina’atau ‘ase-kae.’

Suku Manggarai adalah penghuni sepertiga Pulau Flores, tepatnya pada wilayah bagian barat Flores yang meliputi tiga kabupaten, terbentang dari Selat Sape (perbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat) hingga Sungai Wae Mokel (perbatasan antara Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada). Pulau Komodo, Labuan Bajo, dan kampung tradisional Wae Rebo yang masyur itu terletak di wilayah adat Manggarai. Tari Caci, atraksi dua ksatria berlaga dengan cambuk dan tameng yang biasa Anda tonton pada iklan sebuah produk di televisi adalah tarian etnis Manggarai.

Sistem kekerabatan orang Manggarai membagi anggotanya atas tiga kelompok besar, yaitu anak wina, anak rona, dan ase-kae. Status anak wina-anak rona terbit dari hubungan perkawinan.

Saudara (lelaki) dari ibu Anda adalah anak rona. Demikian pula saudara (lelaki) dari nenek Anda, baik ibu dari ibu dan ibu dari ayah. Saudara (lelaki) dari istri Anda juga berstatus anak rona. Sama halnya suadara (lelaki) dari istri saudara (lelaki) Anda.

Sebaliknya –jika Anda perempuan–kerabat dari suami Anda, kerabat dari saudari (perempuan) ayah, kerabat dari suami saudari (perempuan) Anda berstatus sebagai anak wina.

Relasi anak wina – anak rona ini adalah pola penting dan terus dijaga keberlangsungannya oleh orang Manggarai. Misalnya Anda seorang lelaki dari keluarga A.  jika keluarga B oleh pernikahan kerabat di beberapa generasi di atas Anda telah berstatus sebagai anak wina (ada kerabat perempuan dari keluarga A, misalnya saudari dari kakek  Anda, dinikahi oleh lelaki dari keluarga B) maka Anda tidak bisa membalik hubungan itu dengan menikahi  perempuan yang merupakan turunan dari lelaki keluarga B.

Contoh lebih konkret agar tak bingung begini. Anda adalah lelaki. Kakek Anda adalah A, menikah dengan  nenek C. Maka saudara (lelaki) nenek C dan seluruh lelaki dari garis keturuan lelaki dari saudara (lelaki) nenek C merupakan anak rona Anda. Secara tradisi Anda memiliki hak untuk menikahi keturunan perempuan dari saudara (lelaki) nenek C. Perkawinan ini disebut ‘tungku.’ Sebaliknya, saudari (perempuan)  dan anak perempuan Anda tidak boleh dinikahi oleh lelaki dari garis keturunan saudara nenek C. Jika terjadi, perkawinan seperti ini bersanksi denda adat.

Jika masih bingung juga, sudahlah, lanjutkan saja membaca.

Hubungan anak wina — anak rona ini juga menentukan hewan apa yang Anda bawa dalam adat kedukaan. Jika yang meninggal berstatus anak rona, sebagai anak wina Anda membawa kambing. Tetapi jika yang meninggal berstatus anak wina, sebagai anak rona Anda membawa babi. Tidak boleh dibolak-balik.

Demikian pula soal siapa makan daging apa dalam acara-acara terkait kematian. Anak rona akan makan kambing yang dibawa anak wina. Sebaliknya anak wina makan babi yang dibawa anak rona. Tidak boleh bercampur (cagur tau) atau sebaliknya.

Selain kambing dan babi, hewan lain yang biasanya terlibat dalam tata acara adat kematian orang Manggarai adalah ayam jantan dan Kerbau.

Ayam putih dan ayam beraneka warna (ayam taji) biasanya untuk acara menghormati leluhur. Sementara ayam hitam digunakan untuk upacara buang sial atau tolak bala.

Kerbau, selain digunakan sebagai mas kawin/belis (paca), juga dipakai dalam  kenduri kematian. Orang Manggarai menyebut kenduri untuk kematian sebagai kelas atau paka di’a

Daging kerbau yang dibunuh saat kelas (cara bunuhnya hanya boleh dipenggal lehernya dengan sekali tebas) juga tidak sembarang orang yang boleh mendapatkannya. Bagian Kepala dan salah satu paha Kerbau hanya diperuntukan bagi pihak saudara lelaki dari ibu almarhum. Satu bagian paha lagi diberikan kepada saudara (lelaki) dari ibu dari ayah almarhum. Bagian yang lain dibagi kepada yang berstatus ase-ka’e.

Ase-ka’e atau adik-kakak bagi orang Manggarai terdiri dari dua, yaitu ase-kae golo (tetangga tanpa hubungan kekerabatan di kampung domisili) dan saudara (lelaki) Anda, saudara (lelaki) ayah Anda dan anak lelaki mereka, jika Anda seorang lelaki.

Jadi Anda memanggil saudara kepada anak lelaki dari saudara (lelaki) ayah Anda dan kepada anak perempuan dari saudari (perempuan) ibu Anda. Tetapi  anak lelaki dari saudara (lelaki) ibu (paman) harus Anda panggil sebagai Ipar (kesa).

Jika bertandang ke rumah paman atau anak lelakinya, atau ke rumah saudara (lelaki) istri, Anda sebaiknya membawa ayam. Sebaliknya Anda mendapat Ayam jika dikunjungi saudari (perempuan) atau dihidangkan ayam jika Anda yang berkunjung.

Begitulah. Jika Anda menikahi orang Manggarai dan mendapatkan kabar duka, sebelum melayat, cari tahu dulu posisi almarhum, apakah anak rona, anak wina, atau ase-kae.

Saat artikel ini Anda baca, saya mungkin sedang menarik kambing jantan untuk dibawa ke tempat kakek yang berstatus anak rona dari ibu saya (karena itu juga anak rona saya) yang kebetulan tinggal di Soe, Kabupaten TTS di Pulau Timor. Jangan berharap saya membalas komentar Anda. Kedua tangan ini mungkin sedang repot menuntun kambing.

Oh iya. Sedikit catatan. Adat istiadat itu tentu dinamis. Karena itu orang Manggarai di perkotaan, oleh alasan kepraktisan mengganti inkind Kambing dengan ‘teing wasen kaut‘ atau kasih talinya saja. Bukan benar-benar tali. Itu istilah untuk uang senilai Kambing.


Also published on Kompasiana.



You cannot copy content of this page.

If you need copy of the content, please contact me at gegehormat@gmail.com.