Adil Menilai Galang Donasi Prabowo-Gerindra dan Kartu Sakti PSI

Kartu Sakti Tsamara PSI dan GalangPerjuangan Prabowo Gerindra [ilustrasi diolah dari partaigerindra.or.id, twitter/tsamaradki, liputanriau.com]

Pada 21 Juni lalu, Pimpinan Gerindra, Prabowo Subianto mengumumkan lewat akun facebooknya, peluncuran aplikasi gerakan donasi @GALANGPERJUANGAN. Hal ini kemudian menimbulkan kegaduhan oleh kritik politisi kompetitor. Bagi saya, langkah Gerindra wajar dan baik adanya, namun perlu saya sertakan sejumlah catatan.

Mari kita lihat bersama.

Undang-Undang Membolehkan

Undang-undang Parpol, baik UU 2/2008 pun revisinya, UU 2/2011 membolehkan Parpol mengumpulkan dana individual masyarakat.

Dalam UU 2/2011 pasal 34 ayat 1 disebutkan, keuangan partai politik bersumber dari: iuran anggota; sumbangan yang sah menurut hukum; dan bantuan keuangan dari APBN/APBD.

Pasal 35 ayat 1 menyebutkan, sumbangan berupa bantuan yang sah menurut hukum itu terdiri dari:  a)  perseorangan anggota parpol; b) perseorangan non-anggota, paling banyak senilai Rp 1 miliar per orang per tahun; dan c) perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7,5 miliar.

Jadi menurut UU Parpol, ada tiga jenis sumber dana parpol yang berasal dari individu, yiatu iuran anggota, sumbangan anggota, dan sumbangan non-anggota.

Selama ini praktik mengumpulkan sumbangan individual lazim dilakukan Parpol, terutama sumbangan dalam skala besar dari individu dan sumbangan dari perusahaan.

Yang jarang dilakukan justru iuran anggota dan sumbangan individual anggota dan non-anggota dalam nominal kecil.

Upaya Partai Gerindra untuk menghidupkan ini adalah langkah yang baik sebab pertama, anggota partai politik memang seharusnya menjadi tulang punggung pendanaan parpol. Iuran mereka adalah bentuk nyata rasa kepemilikan terhadap parpol sebagai wadah perjuangan ideologi, gagasan, dan kepentingan-kepentingan mereka.

Justru janggal jika saat ini mayoritas parpol tidak memberlakukan secara serius soal iuran anggota ini meski  meski diatur dalam AD/ART semua parpol.

Tidak adanya penarikan iuran anggota menunjukkan bahwa parpol  memandang anggota hanya sebagai lumbung suara, bukan pemilik parpol.

Kedua, selain iuran, sumbangan individual dalam skala kecil penting bagi kesehatan partai. Dengan sumbangan-sumbangan bernominal kecil, parpol dapat terhindar dari kekuasaan para cukong yang menjadikan Parpol alat meraih rente ekonomi.

Hal ini disadari Prabowo. Ia katakan,

“Politik balas budi yang mengakibatkan seorang pemimpin negeri ini tersandera oleh kepentingan pengusaha besar, taipan, bandar, dan cukong harus segera kita hentikan. Kita semua harus mencari, mewujudkan dan menciptakan pemimpin-pemimpin yang jujur, cerdas dan memiliki integritas tanpa adanya embel-embel di belakangnya.”(Detik.com) 

Saya setuju apa yang disampaikan Pak Prabowo bahwa dengan partisipasi rakyat banyak, cukup dengan “uang setara sebungkus rokok atau dua bungkus mie instant,” parpol dapat terhindar dari jeratan para cukong pemburu rente.

Selama Gerindra hanya menyandarkan sumber finansialnya dari dompet Pak Prabowo dan adiknya Pak Hasyim, serta para kolega bisnis mereka, selamanya kebijakan Gerindra tunduk kepada veto Pak Prabowo, cs sebagai cukongnya.

Mengalihkan sumber pendanaan kepada rakyat banyak adalah bentuk nyata pengembalian kedaulatan Gerindra ke tangan anggota dan pemilihnya.

Sebelum Gerindra, PSI Sudah Melakukannya

Sebelum Gerindra, PSI, partai yang justru baru berdiri itu sudah menyadari duluan dan melakukannya.

Pada 30 Oktober 2017,  8 bulan sebelum peluncuran aplikasi Gerindra, politisi muda PSI, Tsamara Amany mengatakan bahwa masyarakat bisa menjadi anggota PSI dengan menyumbang Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta setiap tahun. Tampaknya Tsamara bicara tentang iuran anggota PSI.(Tempo.co)

Diberitakan Kompas.com (19/1/2018), Ketua Umum PSI Grace Natalie menyatakan PSI melakukan penggalangan dana dari masyarakat. Tujuannya sama seperti Gerindra, agar partai politik lepas dari penguasaan oleh orang, kelompok, atau keluarga.

Grace mengatakan, PSI membuka 6 jenis sumbangan, mulai dari senilai Rp 25 ribu hingga Rp 1 miliar. Atas sumbangan itu, para donatur diberikan Kartu Solidaritas Antikorupsi dan Intoleransi atau Kartu Sakti yang juga bisa berfungsi sebagai uang elektronik.

Melalui website PSI, Individu anggota PSI dan non-anggota dapat menyumbang Rp 100.000 untuk Kartu Sakti jenis Bronze hingga  Rp 1 juta per tahun untuk jenis kartu VVIP.

Jadi aneh bahwa ketika Prabowo dan Gerindra yang melakukan hal ini, banyak Parpol kompetitor bereaksi negatif, hal yang tidak terjadi ketika PSI yang menyampaikannya.

Padahal baik Prabowo maupun Grace sama-sama menyebutkan bahwa dana yang dikumpulkan dari masyarakat juga akan digunakan untuk perjuangan, termasuk pembiayaan caleg.

Inilah salah satu penyakit dalam masyarakat politik kita. Pro-kontra tidak didasarkan pada konten tetapi pada siapa yang melakukan atau mengatakan apa.

Wajib iuran parpol sudah lazim di negara lain
Upaya menerapkan iuran partai seperti yang dilakukan PSI dan Gerindra sebenarnya hal standar dalam politik di luar negeri. Sudah dari dulu memang demikian seharusnya hubungan antara Parpol dan para anggotanya.

Donna Ferguson pernah menulis dalam The Guardian (13/6/2015) soal besarnya iuran anggota parpol di Inggris. Donna menginformasikan, Partai buruh menetapkan iuran paling besar 46,56 poundsterling (sekitar Rp 870-an ribu dalam kurs saat ini) per tahun untuk keanggotaan standar. Partai Konservatif adalah yang paling murah iuran anggotanya, 25 poundsterling (sekitar Rp 467 ribu) per tahun.

Partai politik di Inggris juga memberikan diskon iuran anggota kepada kaum muda, pengangguran dan rakyat miskin serta anggota militer. Iuran untuk remaja misalnya rata-rata hanya sebesar 5 pounds atau hampir Rp 100 ribu.

Iuran adalah syarat yang ketat keanggotaan parpol di Inggris dan negara demokrasi maju lainnya. Tanpa membayar iuran, seseorang tidak bisa menjadi anggota Parpol.

Mungkin itu sebabnya, Lembaga International Institute for Democracy and Electoral Assistance, IDEA (“Online Political Crowdfunding: Political Party Innovation Primer 2.” 2018) melaporkan, jumlah anggota Parpol di Inggris hanya 1 persen dari jumlah pemilih. 

Di Indonesia, dengan persyaratan verifikasi KPU terhadap parpol yang mengharuskan anggota minimal 1/1000 penduduk, pemberlakukan iuran mestinya sangat membantu beban biaya operasional partai politik.

Misalnya di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dengan jumlah penduduk sekitar 350 ribu jiwa, cabang parpol di Kota Kupang wajib memiliki anggota minimal 350 orang. Jika diberlakukan iuran Rp 100.000 saja per anggota saja, dalam setahun pengurus Parpol tingkat kota menerima Rp 35 juta hanya dari iuran anggota. Cukup untuk membiayai sewa kantor yang representatif untuk standar harga di Kota Kupang.

Sayangnya di Indonesia parpol merekrut anggota hanya untuk kepentingan verifikasi dan pencoblosan saat Pemilu. Tidak ada ikatan apapun setelah itu antara anggota dan parpol.

Hajatan pengambilan keputusan politik penting atau pemilihan pengurus dan kandidat caleg atau kepala pemerintahan tidak melibatkan anggota Parpol. Setinggi-tingginya pelibatan mereka semata-mata dalam survei internal parpol.

Karena rakyat sebagai anggota parpol diperlakukan seperti sepah yang manisnya diisap saat verifikasi dan pemilu, kemudian dilepeh, tentu saja tidak mungkin berharap anggota mau membayar iuran.

Sebaliknya, parpol malah membayar rakyat dengan uang atau sumbangan barang untuk menjadi anggota atau memilih kandidat parpol saat pemilu, pemilukada, dan pilpres. 

Money politics adalah cermin nyata dari cara pandang politisi terhadap rakyat. Mereka tidak memandang rakyat sebagai partisipan demokrasi.

Para pelaku money politics hanya melihat rakyat sebagai pihak luar, yang tidak berkepentingan apa-apa terhadap politik selain selembar Rupiah saat momentum pemilu.

Inilah yang tampaknya hendak diubah oleh Gerindra dan PSI. Rakyat harus jadi bagian aktif dari politik. Politik adalah milik rakyat dan karena itu rakyat harus pula ikut membiayainya.

Yang baru adalah crowdfunding, dipelopori Barack Obama pada Pilpres 2008

Praktik yang baru dilakukan di luar negeri, seperti halnya oleh PSI dan Gerindra di Indonesia –atau calon perseorangan seperti Ahok pada masa awal pencalonannya sebagai Gubernur DKI, adalah crowdfunding.

International Institute for Democracy and Electoral Assistance mendefinisikan pengumpulan dana dari individu non-anggota atau sumbangan dari anggota dalam nominal kecil melalui teknologi telekomunikasi sebagai crowdfundingdalam pendanaan parpol.

Praktik ini pertama kali –demikian yang diketahui IDEA– dilakukan oleh Obama.

Dalam kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat 2008, Obama menggunakan media online unik untuk mengumpulkan sumbangan sebesar 137 juta USD dari 3,9 juta pendukung. Sumbangan rata-rata 35 dollar per orang, tak sampai Rp 500.000 untuk kurs Rp 13.000 per USD. Pada kampanye 2012, Obama meraup 214 juta USD. 

Sebelumnya Parpol dan politisi di Amerika Serikat menyandarkan pembiayaan politik dari sumbangan masyarakat melalui aksi penggalangan dana dari kalangan orang kaya melalui perjamuan makan malam dan bentuk kegiatan luring lain.

Melihat kesuksesan Obama, praktik ini diikuti oleh politisi dan Parpol di negara-negara demokrasi lain.

Pada 2017, tercatat lebih dari 200.000 poundsterling (Rp 3,7 miliar) terkumpul lewat aplikasi penggalangan dana crowdfunder.co.uk dalam kampanye Pemilu di Inggris. Jumlah politisi yang memanfaatkan aplikasi ini meningkat 50 persen dibandingkan pemilu sebelumnya.

Harapan kewajiban-kewajiban parpol

Polemik soal pengalangan dana publik melalui aplikasi crowdfunding seperti @GalangPerjuangan Gerindra dan Kartu Sakti PSI hendaknya tidak diarahkan ke soal cemen berupa boleh-tidak atau etis-tidaknya seperti komentar sejumlah politisi kompetitor.

Akan lebih bermanfaat jika percakapan soal ini difokuskan kepada bagaimana timbal balik yang diperoleh anggota dan simpatisan dari iuran dan sumbangannya.

Di Inggris, seperti diulas Dona Ferguson, anggota parpol–yang wajib membayar iuran– memilikihak untuk 1) mencalonkan diri sebagai pengurus partai; 2) memilih bakal calon anggota DPR; 3) memilih kepemimpinan partai; dan 4) mendapat newsletter rutin tentang aktivitas partai dan anggota parlemen; serta 5) dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan parpol.

Ketika berada di Wellington, New Zealand, saya terkagum-kagum saat membaca Newsletter terbitan Partai Buruh.

Newsletter itu merupakan berkala bulanan yang diterbitkan anggota parlemen Partai Buruh dari dapil bersangkutan, berisi informasi isu yang sedang diperjuangkan di parlemen, laporan aktivitas si anggota DPR, dan sejumlah pertanyaan yang berharap masukan dari pemilihnya.

Awalnya saya pikirnewsletter itu dibagikan gratis ke setiap rumah. Rupanya memang dibagikan “gratis” tetapi hanya kepada anggota Partai Buruh dan merupakan hak anggota sebab telah membayar iuran parpol.

Jadi ketika menjadi anggota, dan dengan itu wajib membayar iuran, anggota partai politik berhak mendapatkan laporan rutin aktivitas parpol dan anggota DPR, serta dimintai pendapat tentang isu-isu strategis yang sedang jadi polemik.

Saya belum sempat melihat isi dalam aplikasi @GalangPerjuangan Gerindra karena menggunakan aplikasi telegram. Tetapi harapan saya serupa seperti aplikasi Kartu Sakti PSI.

Dalam websitenya, PSI memberi keterangan bahwa berapapun jumlah Kartu Sakti yang dimiliki seseorang, dan apapun kelasnya, Classic yang hanya Rp 25 ribu atau VVIP yang satu mliar rupiah per tahun, tiap-tiap anggota PSI hanya memiliki 1 hak pilih dalam pengambilkan keputusan parpol.

Artinya setiap anggota memiliki hak terlibat dalam pengambilan keputusan parpol, dan hak itu sama per anggota, bukan berdasarkan jumlah sumbangan. Ini adalah praktik politik yang baik.

Demikianlah. Dalam pandangan saya, aplikasi crowdfunding Gerindra dan PSI merupakan praktik politik yang baik, dengan catatan Gerindra dan PSI juga mengubah pola hubungan antara partai dan anggota. Jika sebelumnya anggota hanya dimanfaatkan saat pemilu dan verifikasi, kini saatnya setiap pengambilan keputusan strategis parpol melibatkan anggota.

Posisi parpol terhadap isu kebijakan publik strategis, pemilihan pengurus parpol hingga penentukan calon kepala pemerintahan dan caleg hendaknya melibatkan tiap-tiap anggota. Jadi bukan semata-mata keputusan pemilik partai, cukong, atau pengurus tingkat cabang yang doyan dagang stempel.

Sumber:

  1. Dan Marom, “A Framework for Political Crowdfunding: Lessons From President Obama.” crowdsourcingweek.com, 15/11/2012
  2. Detik.com, “Prabowo Luncurkan Program Galang Dana untuk Perjuangan Politik” 22/6/2018
  3. Donna Ferguson, “Want to get involved in party politics? It costs less than you think.” The Guardian, 13/6/2015
  4. IDEA (2018), “Online Political Crowdfunding: Political Party Innovation Primer 2.
  5. Kompas.com, “Galang Dana Publik, PSI Luncurkan Kartu Sakti.” 19/1/2018
  6. PSI.id, “Kartu Sakti.”
  7. ——-, “FAQ Kartu Sakti.”
  8. Tempo.co, “PSI Ungkap Dana Partainya Diperoleh dari Pengusaha Menengah.” 30/10/2017
  9. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
  10. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

The article was also published on Kompasiana.



You cannot copy content of this page.

If you need copy of the content, please contact me at gegehormat@gmail.com.