Durian Istana, Sukarno hingga Jokowi; Hadiah Ultah sampai Pesan Politik Internasional

Aksi durian Presiden Jokowi [Kumparan.id] dan mantan presiden SBY [twitter @panca66]

Sepasang muda-mudi kasmaran boleh saja saling melempar pantun kala pacaran. “Aku suka pepayamu, pasti manis rasanya,” kata si pemuda. “Aku tak sabar ingin mengupas pisangmu,” balas si gadis. Tetapi saat keduanya menikah, yang mereka lakukan pertama kali adalah membelah durian.

Ya. Meski tidak sepopuler pisang dan pepaya, durian harus turut di-reken sebagai salah satu buah paling penting di Nusantara.

Durian itu buah istana. Sejumlah presiden Indonesia, sejak presiden pertama Sukarno (Bung mau namanya jangan ditulis Soekarno) hingga yang paling kini, Joko Widodo, menyukai durian.

Durian berperan penting mulai dari urusan rumah tangga presiden, seperti Presiden Jokowi menghadiahkan durian kepada Ibu Iriana yang berulang tahun; hingga Presiden Sukarno menggunakan durian sebagai statement politik terhadap negara lain.

Berikut adalah kisah presiden-presiden kita bersama durian mereka. Tentu saja durian sesungguhnya. Lancang jika kita bahas aksi belah duren para pembesar.

Jokowi

Presiden Joko Widodo adalah yang paling sering diberitakan bersama durian. Berita dan foto-foto Presiden Jokowi makan durian bersama keluarga, bersama warga, bersama sejumlah pejabat betebaran di internet.

Yang paling kini, Kamis, 12 Maret lalu, di hadapan para pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Presiden Joko Widodo bercerita tentang pengalamannya membeli durian mahal tetapi berasa tidak enak. Durian itu ia belikan untuk kado ultah Ibu Iriana.(1)

Presiden menggunakan kisah durian untuk mengajak para petani meningkatkan kualitas produksi buah-buahan tropis. Ia juga mengajak para petani memperluas budidaya buah tropis yang menurutnya laku di pasar internasional.

Susilo Bambang Yudhoyono

Seperti Jokowi, SBY juga penyuka durian. Bisa disimpulkan demikian sebab dalam sejumlah kesempatan, baik saat masih menjabat Presiden RI, pun setelahnya, saat dalam safari kampanye untuk Partai Demokrat dan AHY, SBY diberitakan menyempatkan diri mencicipi durian. Ada kalanya bersama keluarga; sesekali disertai pejabat tinggi negara; ada pula yang bersama orang Partai Demokrat.

Seperti halnya Jokowi pula, momentum SBY makan durian sering terliput wartawan. Mungkin dua presiden terakhir kita sudah bertakdir, semua yang mereka lakukan selalu terliput media massa.

Abdurahman Wahid

Kisah tentang keseharian Gus Dur sering mengundang senyum, tidak terkecuali kisahnya bersama durian.

Berbeda dari Presiden Jokowi dan SBY, kisah tentang keseharian Gus Dur sering diperoleh dari penuturan orang-orang dekatnya, jarang yang langsung terliput media. Mungkin karena di era Gus Dur, keseharian presiden belum lazim jadi bahan kampanye.

Salah satu kisah tentang Gus Dur dan durian adalah ketika Sang Kyai dalam perjalanan menghadiri acara di Malang. Ia minta singgah di Batu. Ketika melihat penjual durian di pinggir jalan, Gus Dur minta supir berhenti untuk membeli durian.

Durian yang dibeli cuma dua buah tetapi Gus Dur memberi  pedagangnya segepok uang. (2)

Bung Karno

Sudah jadi pengetahuan umum bahwa Bung Karno seorang penikmat berat durian. Sampai-sampai jenis durian kegemaran Bung Karno dinamai Durian Sukarno.

Tetapi tidak banyak yang tahu jika Bung Karno pernah menggunakan durian sebagai alat penyampai pernyataan politik internasional.

Tahun 1960, Amerika Serikat terus menekan Sukarno gara-gara kebijakan dan retorika Sukarno yang kian merugikan kepentingan Amerika. Presiden Sukarno jelas tidak menyukai itu, juga tidak suka orang-orang CIA yang ditempatkan sebagai duta besar di Indonesia.

Pada 1968, Dubes AS di Indonesia adalah Marshall Green. Si Dubes membeci durian. Katanya bau durian seperti keju busuk, menjijikan.

Bung Karno tahu soal Green benci durian. Tetapi dalam acara peletakan batu pertama Universitas Indonesia, 28 September 1965, Presiden Sukarno mengundang Marshall Green dan Duber Meksiko untuk Indonesia, Albaran untuk makan durian.

Marshaal Green makan dengan hati jengkel serta hidung dan lidah menahan rasa jijik. “Saya terpaksa menelan makanan yang menjijikan itu demi kehormatan negara saya,” kata Green.

Mungkin dengan ini, Presiden Sukarno ingin mengirim pesan kepada Amerika Serikat, “Meski pahit buat kalian, ini negeriku, rakyatku, kebijakanku, kedaulatanku. Jangan suka mendikte!”

Kisah ini Marshall Green ceritakan dalam buku “Dari Sukarno ke Soeharto, G30S-PKI dari kacamata seorang data besar,” terbitan Grafiti, 1992.



You cannot copy content of this page.

If you need copy of the content, please contact me at gegehormat@gmail.com.