Evolusi Paradigma & Kebijakan Tunjangan Transportasi DPRD
Fase I – Era SBY
- PP 24/2004 hingga PP 21/2007
- Ketentuan yang membedakan secara tegas hak antara Pimpinan dan Anggota DPRD. Hanya Pimpinan yang secara eksplisit disediakan kendaraan dinas jabatan sebagai bagian dari tunjangan kesejahteraan, sementara tidak ada ketentuan spesifik untuk tunjangan transportasi bagi Anggota.
- Kendaraan dinas pimpinan hanya boleh inkind (dalam bentuk barang yang digunakan selama masa jabatan) Kendaraan Dinas Jabatan, tidak boleh diberikan dalam rupa tunjangan uang sewa.
Fase II – Jokowi Periode I
- PP 18/2017.
- Tunjangan transportasi diakui sebagai hak kesejahteraan bagi Anggota DPRD, yang dapat disediakan hanya dalam bentuk uang.
- Fleksibilitas bagi pemerintah daerah dengan mengizinkan pemberian tunjangan transportasi dalam bentuk uang kepada Pimpinan DPRD apabila kendaraan dinas jabatan belum dapat disediakan.
- Pergeseran paradigma dari penyediaan aset fisik menjadi model yang lebih fleksibel secara fiskal.
Fase III – Jokowi Periode II
- PP 18 Tahun 2017.
- Sinkronisasi terminologi dari “kendaraan dinas jabatan” menjadi “kendaraan perorangan dinas” = Penyelarasan status Pimpinan DPRD dengan Kepala Daerah sebagai mitra yang sejajar.
- Memperketat ketentuan administratif terkait pengembalian dan pemindahtanganan kendaraan = peningkatan akuntabilitas dan efisiensi dalam tata kelola aset milik daerah.
- Pergeseran dari sekadar pengaturan hak ke arah penegasan tentang fleksibilitas fiskal, tata kelola aset yang efisien, dan hubungan kemitraan yang setara dalam konteks pemerintahan daerah.
- Sayangnya implementasi di daerah berkebalikan dari semangat tata kelola yang efisien. Penentuan nilai tunjangan transportasi bertentangan dengan Asas Kepatutan, Asas Kewajaran, Asas Rasionalitas, serta Ketentuan Standar Harga Setempat dan Berbasis Kemampuan Keuangan Daerah.
Pages: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10